Rabu, 02 Juni 2010

RASIAH NU GORENG PATUT

Karnadi Anemer Bangkong
Sebuah novel yang dikarang oleh Sukria-Yuhana (berdua). Buku itu diterbitkan di Bandung tahun 1928 oleh penerbit Dakhlan Bekti. Cetakan kedua oleh penerbit Kiwari, Bandung, tahun 1963. di bawah judul buku tertulis judul kedua, dalam kurung Karnadi Anemer Bangkong (Karnadi Anemer Kodok). Karnadi adalah tokoh utama ceritera itu. Ia seorang pedagang kodok yang mengaku sebagai anemer (pemborong bangunan). Sandiwara-sandiwara rakyat diketahui sering mementaskan cerietera ini, dengan mempergunakan judul yang kedua.
Bagaimana pelaksanaan penulisan novel Rasiah Nu Goreng Patuti (rahasia si buruk rupa) ini dikarang berdua, agak sulit diterka, kecuali apabila dihubungkan dengan Romns Bureau Joehana yang membuka usaha pekerjaan penulisan naskah. Dengan bantuan ini, diduga bahwa sinopsis ceritera berasal dari Sukria, sedangkan penulisan sepenuhnya oleh Yuhana. Hal itu jelas dari ceritera itu secara keseluruhan, yang tidak menunjukan adanya pergantian gaya bahasa serta sejalan dengan keterangan yang tertulis dalam jilid buku yang menyebutkan “disangling” (digosok, dihaluskan) oleh Yuhana. Corak tema pun mirip dengan karangan-karangan Yuhana yang lainnya (bandingkan dengan Iskandarwassid, 1979). Di samping dugaan itu, nama Sukria akan mengingatkan kita pada tokoh sanjungan Yuhana dalam novel Carios Eulis AdihI yang bernama Sukria pula.

Ringkasan Ceritera
Dua orang yang bersahabat akrab bernama Karnadi dan Marjum. Mereka tinggal di kampung Cijawura, desa Buahbatu, di sebelah selatan kota Bandung. Mereka hidup dari hasil mencari kodok hijau yang kemudian dijualnya kepada orang-orang Cina di pasar kota.
Karnadi yang boleh dikatakan hidup serba kurang serta bertampang tidak menarik itu, ternyata memendam sebuah keinginan yang keras untuk mempunyai istri muda yang cantik. Pilihan calon istri muda itu jatuh kepada Nawangsih atau Eulis Awang. Karnadi melihat janda muda yang cantik itu di tenga keramaian pasar. Ia berkeras mempertahankan niatnya waktu Marjum memperingatkan agar Karnadi menginsafi keadaan diri dan keluarganya.
Ketika dilihatnya Eulis Awang pulang naek delman, Karnadi mengikutinya, naek delman pula; sampai diketahuinya bahwa wanita tadi anak orang kaya. Karnadi mulai mengatur siasatnya. Ia menyuruh Marjum meminjam pakaian selengkapnya kepada Raden Sumtama, seorang anemer (pemborong) kaya dan terkenal. Di samping itu, Marjum dimintanya pula untuk menyampaikan kabar bohong kepada istrinya bahwa Karnadi tertabrak mobil. Siasat ini untuk mencari alasan mengapa dia tidk pulang, terutama agar istrinya mau menjual ayam peliharaannya yang Cuma seekor untuk biaya pengobatan di rumah sakit.
Usni, istri Karnadi, lupa akan kebingungan sendiri ketika mendengar berita itu dari Marjun. Sambil bergelimang perasaan khawtir akan keadaan suaminya, ia melaksanakan apa yang dipesankannya. Setelah itu, Marjun berhasil pula memperoleh pinjaman pakaian Raden Sumtama.
Karnadi datang meminang dengan mengaku diri Raden Sumtama, yang kini hidup sendiri karena baru beberapa bulan saja istrinya meninggal. Mas Sura, ayah Eulis Awang, menerimanya karena kuatnya impian bahwa segala harta kekayaan Raden Sumtama yang berlimpah itu nantinya akan jatuh ke tangan anaknya, Eulis Awang pun ternyata tidak menolak bujukan ayah dan ibunya itu, sekalipun hatinya mula-mula merasa kurang senang untuk menerima karena melihat tampang calon suaminya itu. Namun, khabar tentang kekayaan dan kepandaian anemer itu telah membungkam bisikan hatinya. Sebelum pernikahan disahkan, keduanya telah bergaul seperti pengantin.
Usni yang ditinggalkan baru beberapa hari ternayata harus menanggung kepahitan hidup sendirian. Seorang anaknya meninggal karena sakit tidak berobat. Akhirnya bersama kedua anaknya yang lain, ia berangkat untuk menjenguk suaminya di rumah sakit Rancabadak. Di sana ia beroleh keterangan dari salah seorang tukang sapu halaman bahwa nama Karnadi telah mati dan sudah dikuburkan karena tidak ada seorangpun yang mengaku keluarganya.
Ketika mereka berhenti di pinggir jalan sambil makan, seorang anaknya melihat dan melambai-lambai kepada Karnadi yang sedang naik mobil, duduk berdampingan dengan istri mudanya. Ketika Eulis Awang mengatakan rasa kasihannya kepada perempuan dan kedua anaknya itu, Karnadi mengatakan bahwa tiada gunanya mengasihi orang gila, anaknya pun rupanya gila pula.
Kata-kata Karnadi itu terdengar oleh Marjum, yang mendadak membangkitkan amarahnya. Secara bisik-bisik Marjum mengajak Karnadi pulang ke kampungnya dan mengancam apabila ia menolak. Setelah berdalih dan meminta uang kepada Eulis Awang, Karnadi berangkat bersama Marjum. Oleh-oleh yang dibawanya, berupa pakaian, ternyata tidak menggembirakan hatinya karena ditemuinya istrinya sudah sakit membatu, tidak dapat diajak bicara lagi. Anaknya yang bungsu telah meninggal pula.
Akhirnya, sampailah Karnadi pada kehidupan yang lebih menyedihkan. Eulis Awang pun akhirnya mendapat malu setelah mengetahui penipuan itu. Karnadi menutup riwayat hidupnya dengan menghanyutkan diri ke Sungai Citarum yang sedang membanjir.

PUSAT PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN BAHASA
DEPARTEMEN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
1986

Tidak ada komentar:

Posting Komentar