Rabu, 02 Juni 2010

BURON

Novel karangan Aam Amalia ini diterbitkan oleh Pustaka Dasentra Bandung, tahun 1983. buku ini berukuran 18 cm x 12 cm, dengan tebal 131 halaman.
Dalam novel ini pengarang mengemukakan masalah ajaran moral dan nilai-nilai pendidikan. Manusia jangan terlalu cepat dalam mengambil tindakan dan jangan membohongi diri sendiri dengan menyebutkan hasil karangan sendiri padahal sebenarnya karya orang lain. Perbuatan ini munafik, yang membuat diri terasa jadi buron dari kehidupan dan dari perasaan sendiri. Novel ini menggambarkan perbandingan kehidupan kota dan kampung.

Ringkasan Ceritera
Kedatangan Bi Umi ke kampung Pa Ulis, menjadi pembicaraan orang, karena Bi Umi disangka gila. Ketika Alan, anak dokter, ikut melihat Bi Umi, Alan luka kakinya, Bi Umi yang disangka gila itu malahan merawat Alan.
Ketika Bi Umi sedang ngobrol dengan Alan, datanglah Pa Ulis, ayah Alan, dan banyak orang lainnya. Bi Umi ditempeleng oleh Pak Ulis dengan tuduhan ia telah mengganggu anak-anak. Namun ayah Alan segera melarangnya.
Bi Umi diberi uang oleh ayah Alan serta ucapan terima kasih telah merawat anaknya. Pa Ulis ingin menukar uang Bi Umi dengan uang yang tidak berlaku. Namun Bi Umi tidak memberikannya sebab dia tidak gila. Alan sendiri sering mengatakan pada temannya bahwa Bi Umi itu tidak gila.
Andika, suami Umi, datang dengan wajah yang sedih akibat naskahnya ditolak redaksi yang menggalkan cita-citanya akan membeli kursi. Namun suatu hari Andika membawa kursi yang mahal serta merahasiakan pada Umi cara mendapatkan uangnya, selain kursi alat rumah tangga lainnya pun dibelinya. Alhirnya Andika memberitahukan pada Umi tentang pekerjaannya, yang disangka toko buku tetapi di dalamnya ganja dan morfin. Dengan kejadian itu Andika mengajak pindah rumah ke desa S di kaki Gunung Galunggung karena ada perasaan takut dikejar polisi dan sindikat.
Naskah karya Andika dari desa S harus Umi antarkan ke kantor surat kabar dan majalah di kota B serta harus diakui sebagai karyanya. Amara dari majalah Wanoja mendesak identitas dan kemampuan Umi sebagai pengarang. Umi pernah diberi undangan menghadiri pertemuan Paguyuban Sastrawan Sunda; Umi tidak menghadiri karena takut dan merasa tidak mampu.
Umi pergi ke kota B lagi mengambil honor. Tiba-tiba ada berita Gunung Galunggung meletus. Segeralah Umi pulang untuk menemui Andika, tetapi Andika sudah tidak ada di rumah.
Umi bergabung dengan para korban Galunggung di barak tempat penampungan korban. Umi pergi ke rumah nenenk Bi Mursih sambil membawa perban dan obat-obatan. Rumah nenek Bi mursih sudah kosong. Sekarang Umi tinggal sendirian
Umi pernah mengejar laki-laki yang mirip dengan suaminya. Laki-laki tersebut lari sambil mengatakan orang gila berulang-ulang pada Umi. Akibatnya, Umi disangka orang gila di kampung itu.
Setela Umi merawat Alan anak dokter, teman-teman Alan mengatakan bahwa Bi Umi tidak gila dan mengundang Bi Umi untuk datang ke rumah dokter. Di sanalah dokter menceritakan bahwa Paguyuban Sastrawan Sunda sudah mengetahui Umi ada di sini dan akan menjemputnya. Banyak orang berkumpul di rumah dokter mau minta maaf pada Umi.
Asmara datang ke rumah dokter untuk menemui Umi dengan membawa surat dari Andika yang isinya mengatakan bahwa di dunia ini penuh dengan kemunafikan dan mereka akan melepaskan diri dari buron kehidupan yang ada dalam perasaannya serta memilih tempat kampung Ck yang merupakan kombinasi keadaan kota dan kampung sebagai tempat tinggal baru.

PUSAT PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN BAHASA
DEPARTEMEN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
1986

Tidak ada komentar:

Posting Komentar