Rabu, 02 Juni 2010

NEANGAN

Sebuah kumpulan carita pondok (ceritera pendek) karangan Caraka (nama samaran), diterbitkan di Bandung oleh penerbit Kiwari tahun 1962, dan tebal 104 halaman. Dalam buku ini dimuat empat buah cerita pendk, berturut-turut dengan judul  “Neangan” (mencari) “Pacul” (Cangkul) “Pikun” (pikun) “Minantu” (menantu).
Sebelum dibukukan dua buah diantaranya pernah dimuat dalam majalah, yaitu “Pacul” pada majalah Sunda II (24), 31 Agustus 1953 dan “Neangan”, majalah Sunda III (11/12), 20 dan 30 April 1954. ceritera pendek “Neangan” telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dan diantologikan bersama sembilan cerpen Sunda lainnya (Rosidi, 1970), Ajip Rosidi (1966: 152-153): 1983: 178-183) menyajikan tinjauan kritik atas cerpen-cerpen yang dimuat dalam kumpulan ini.

Ringkasan Ceritera
Carita pendek “Neangan” menceritakan tokoh “aku” yang mulai jemu dengan kehidupan pegawai kantor yang rutin, yang serba terikat oleh ketentuan waktu. Dalam masa cuti, ia mencoba mencari adakah gerangan kehidupan lain yang serba lepas dan bebas.
Ia memulai perjalanannya dengan naik kereta api dan berhenti di sebuah stasiun, di mana telah terlihat pemandangan yang menarik, bukit-bukit kecil dengan jalan yang berkelok-kelok. Dengan menyusuri jalan setapak diantara kebun, akhirnya ia sampai ke sebuah ladang yang sedang diolah. Ia duduk berteduh di bawah sebuah pohon yang rindang. Beberapa anak datang mengelilinginya, anak yang terbesar mengatakan bahwa ia sedang mengasuh adik-adiknya karena kedua orang tuanya sedang bekerja di ladang.
Setelah itu perjalanan dilanjutkan, tokoh aku sampai ke sebuah pancuran dan menemukan seorang gadis yang sedang mandi. Ia mengikuti gadis itu pulang ke rumahnya. Ternyata rumahnya kosong karena kedua orang tua gadis itu masih berada di sawah.
Tokoh aku menginap di rumah orang tua gadis itu. Manakala ia bangun, rumah itu sudah kosong pula karena penghuninya sudah sejak pagi buta pergi untuk meneruskan pekerjaannya menggarap sawah. Demikian piula keadaannya rumah-rumah lain. Hanya anak gadis itu yang masih berada di rumah, karena ditugaskan menyediakan makanan oleh orang tuanya. Tokoh Aku mulai menyadari bahwa rupanya di mana pun semua orang terikat  dengan perjuangan hidupnya. Pada saat berdua, tokoh Aku mencoba mendekati gadis itu, maukah gerangan dibawa ke kota. Gadis itu mula-mula tidak menolak, kemudian bungkam dan akhirnya menggelengkan kepala. Tokoh Aku baru tahu kemudian dari seorang pengantar bahwa anak gadis itu bernama Warsih, dan konon akan diambil menantu oleh lurah di desa itu.
Dalam mencari tokoh Aku, hanya menemukan kenangan, yang tidak luput terkurung waktu antara senang dengan bimbang.

PUSAT PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN BAHASA
DEPARTEMEN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
1986

Tidak ada komentar:

Posting Komentar